Saat ini bukan zamannya lagi untuk tarik-ulur urat leher untuk memperjuangkan emansipasi dan martabat wanita. Martabat kaum hawa itu telah terangkat. Berkat avant-garde bernama R. A. Kartini. Namun kini martabat wanita yang sudah terangkat itu seolah menjadi bumerang. Karena terangkat, tanpa memiliki tempat.
“IBU KITA KARTINI PUTERI SEJATI, PUTERI INDONESIA, HARUM NAMANYA.....”, sebuah penggalan lagu nasional yang kini makin kehilangan gemanya. Ungkapan manis puteri sejati, puteri Indonesia, dan harum namanya, mungkin hanya sebuah lirik manis yang kini berubah menjadi sinis. Kini ada istilah perempuan nakal, perempuan jalang, wanita penghibur, wanita tunasusila dan istilah negatif lainnya yang memojokkan wanita. Kalau Cut Nyak Dien, Cut Mutya, dan Ibu Kartini masih hidup, mungkin mereka akan menangisi predikat kaumnya yang hitam berjelaga seperti itu. Atau mungkin Cut Nyak Dien dan Cut Mutya masih akan angkat senjata melawan penjajah martabat kaumnnya.